Tradisi Ngusaba Bukakak Di Desa Sangsit

Bukakak yakni upacara yang bermakna permohonan kepada Sang Pencipta (Dewi Kesuburan) untuk memperlihatkan kesuburan bagi tanah pertanian yang diolah, dan juga berharap mendapat hasil panen yang baik. Bukakak sendiri artinya babi gulung yang matang hanya pada cuilan dadanya saja. Tradisi ini dilakukan di desa Adat Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng, Bali, Indonesia.

Bukakak berasal dari kata Lembu dan Gagak, Lembu melambangkan Ciwa dan Gagak melambangkan Wisnu. Bukakak merupakan simbul perpaduan antara sekta Ciwa, Wisnu dan juga Sambu. Bukakak ini diwujudkan sebagai seekor burung Garuda/Paksi yang di buat dari daun enau muda yang dalam bahasa lokal disebut ambu. Sedangkan sarana untuk pelinggih/singgasana yang akan naik di atas garuda yakni seekor babi hitam pulus yang diproses menjadi dua warna yaitu Hitam (warna bulu asli) melambangkan Dewa Wisnu, separuh lagi warna putih (Bulu di bersihkan) melambangkan Dewa Ciwa. Sedangkan babi itu sendiri yakni simbul Dewa Sambu.

Upacara Bukakak digelar dua tahun sekali oleh anggota subak dan anggota desa secara keseluruhan pada bulan April atau bulan purnama sasih kedasa berdasarkan kalender Bali. Masyarakat yang melaksanakan upacara ini yakni masyarakat agraris yang memegang teguh adat-istiadat dan kepercayaan secara bebuyutan yang diwariskan leluhur.Upacara ini telah dilakukan semenjak zaman dahulu setahun sekali, namun alasannya yakni terkendali biaya, maka upacara ini dilakukan dua tahun sekali.

Sebelum melaksanakan upacara Bukakak, terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan, yaitu membersihkan perlengkapan upacara, upacara ngusaba umi di Pura Pelinggih, membuat dangsil yang berbentuk segi empat yang terbuat dari pohon pinang dengan rangkaian bambu dan daun enau.
mengadakan upacara Ngusaba di pura yang berada di desa setempat. dan upacara Gedenin di Pura Subak.

Setelah persiapan upacara telah simpulan disiapkan, maka bukakak atau babi gulung tersebut diarak secara meriah diiringi gamelan Tik Nong, mengelilingi dan mengitari area persawahan dan menuju pura tujuan untuk memohon berkah dari Dewi Kesuburan untuk menghalau hama dan untuk mendapat hasil panen yang melimpah pada ketika ekspresi dominan panen tiba. Setelah hingga di pura tujuan maka warga subak dan warga desa lainnya melaksanakan persembahyangan. Setelah simpulan sembahyang maka Bukakak dan sarad-sarad kembali di bawa ke pura asal.

Pada malam harinya warga Subak sebagai penyelenggara dan penyandang dana kembali berkumpul bersama untuk merayakan bahwa upacara telah selesai. Acara ini dikuti dengan menarikan Pelaus. Tari Pelaus yaitu semacam tarian sukacita dimana anggota subak saling berhadapa silih berganti untuk menari. Suasana menjadi riang dan rilek sesudah beberapa hari bekerja keras menghabiskan waktu, tenaga dan juga dana.

Nah itulah sedikit dongeng wacana adab dan istiadat yang ada di Pulau Bali tepatnya di Desa Sangsit, biar tetap terjaga dan tetap dilaksanakan hingga anak dan cucu kita masih dapat melihat tradisi yang beranekaragam yang ada di Pulau Bali ini.