Booking.com

Melukat Di Pura Campuhan Windhu Segara

Sebenarnya aku dulu sudah pernah tiba ke Pura Campuhan Windhu Segara ini, dulu aku tiba kesini bertepatan dengan hari Banyupinaruh yang merupakan rangkaian hari Saraswati. Kebetulan ada teman yang mengajak aku Banyupinaruh ke pura ini maka aku jadi tahu lokasi pura ini yakni di Pantai Padang Galak, Kesiman, Denpasar Timur.


Nah pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2016 aku juga sempatkan diri bersama istri untuk tiba ke pura Campuhan Windhu Segara untuk melukat alasannya yaitu hari tersebut Buda Cemeng Warigadean  dan bertepatan dengan Purnama Karo, hari yang baik berdasarkan Hindu untuk melaksanakan persembahyangan.

Sebelum lanjut, aku akan bercerita dulu kisah dikala perjalanan ke Pura Campuhan Windhu Segara ini. Berangkat dari Kerobokan sekitar pukul 17.00 Wita lebih, aku menentukan lewat jalur Gatsu. Perjalanan sangat lancar alasannya yaitu bertepatan dengan hari libur nasional yakni 17 Agustus jadi jalan agak lengang.

Ditempuh sekitar 30 menit, jadinya aku pun sudah mulai memasuki daerah Padang Galak, sebelum masuk ke areal pura maka di sana ada beberapa Pecalang yang menjaga. Pada pos Pecalang itu kita harus membayar retribusi sebesar Rp 2.000 saja.

Saat akan membayar itu ada bencana lucu, alasannya yaitu tidak menaruh uang sepeserpun di kantong, semua uang ditaruh di dompet dan dompet berada di bawah jok motor Vario 125 FI. Saat membuka jok itu kok aku lupa ya cara buka jok motor vario itu. Saya putar-putar kunci motor, tapi jok masih belum terbuka. Sampai beberapa kali aku coba, masih juga belum terbuka.

Mungkin alasannya yaitu terlalu usang aku tidak sanggup membuka jok, jadinya datanglah seorang Pecalang dan melihat pada kunci motor Vario saya, dan jadinya Bapak itu menekan tombol untuk membuka jok, jadinya jok pun terbuka. Saya jadi aib sendiri alasannya yaitu lupa cara membuka jok motor VArio. Belakangan ini aku lebih sering naik NMax, jadi aku buka jok di vario layaknya membuka jok NMax, ya terperinci jok vario tidak mau terbuka.

Setelah selesai membuka jok dan membayar retribusi, maka perjalanan eksklusif dilanjutkan menuju areal parkir pura. Sampai di sana eksklusif parkir dan mencari dagang yang jual Bungkak (kelapa gading yang masih muda) untuk digunakan melukat. Namun kami kurang beruntung ternyata tak satupun Bungkak yang tersisa di warung di areal sekitar Pura.

Akhirnya kami ambil motor lagi dan keluar untuk mencari 2 butir Bungkak, sepanjang jalan Waribang kami tidak menemukan kelapa itu, jadinya kami putuskan untuk pergi ke pasar Ketapean dan mencari Bungkak disana. Setelah masuk pasar jadinya kami  melihat banyak Bungkak tergeletak di depan salah satu lapak yang ada di sana dan jadinya kami putuskan untuk membeli 2 butir Bungkak di sana dengan harga Rp 5.000 per Bungkak.

Setelah itu kami eksklusif balik lagi menuju pura Campuhan Windhu Segara, yang aku pikirkan adalah, apakah Pecalang yang ada disana mengenali aku alasannya yaitu sebelumnya sudah pernah masuk ke sana? dengan cita-cita kalau dikenali maka aku tidak perlu bayar lagi. Beruntung ada salah satu Pecalang yang mengenali aku dan jadinya aku boleh masuk tanpa harus membayar lagi dan tidak lupa aku ucapkan terimakasih kepada Pecalang tersebut.

Sebelum lanjut, berikut yaitu sejarah singkat Pura Campuhan Windhu Segara. Pura Campuhan Windhu Segara mulai dibangun semenjak 7 Juli 2005. Mulanya pura ini dibentuk atas seruan masyarakat di sekitar Pantai Padang Galak. Tak hanya umat Hindu saja, umat Islam, Kristen, Budha, dan yang lainnya turut memperlihatkan derma untuk membangun pura. Oleh alasannya yaitu itu, semua umat beragama juga boleh memasukinya.


Adalah Jro Mangku Gede Alit Adnyana sendiri menerima mukjizat sanggup sembuh dari penyakit gagal ginjal sebelum dia diperintahkan secara niskala untuk membangun pura ini pada tahun 2005. Ceritanya pun berbau magis. Ketika dia pasrah dan frustasi menderita gagal ginjal, dia menerima pewisik untuk membangun parahyangan.

Beliau menemukan sebatang kayu di pinggir Pantai Padanggalak. Ketika itu kayu itu mengeluarkan asap dan api sebagai menerangkan adanya kebesaran Tuhan. Makanya di lokasi itu dijadikan tegak pura sekalipun hanya berlantaikan pasir laut.

Saat ini Jro Mangku Gede Alit Adnyana sudah bergelar Maha Guru. Sebelum menjadi Mahaguru, dulu ia berjulukan Mangku Gede Alit Adnyana. Setelah ia pergi ke hutan pada 7 Juli 2014 untuk melaksanakan “Tapa Brata Yoga Semedi” selama 108 hari, kasta Mangku Gede Alin Adnyana bermetamorfosis Mahaguru Altreya Narayana. Mahaguru merupakan gelar yang diberikan pada penemu Pura.

Setelah parkir motor dan mempersiapkan segalanya ibarat pejati, canang dan bungkak maka kami mulai untuk persiapan melukat dulu. Pertama kita harus melukat dulu menggunakan bungkak dengan menyerahkan satu pejati dan bungkak yang sudah dibuka. Setelah selesai melukat dengan bungkak maka eksklusif menuju Campuhan (pertemuan air bahari dengan air sungai) di sana kita mandi. Sebelum mandi disana, sempatkan dulu untuk sembahyang di pura yang ada paling ujung.

Setelah selesai melukat di Campuhan, maka lanjutkan untuk melukat lagi di Pura Beji. Pada pura ini ada tiga jenis pelukatan yakni Tirta Narmada, Tirta Gangga dan Tirta Siwa. Selain itu di Beji ini ada juga beberapa pelinggih Siwa Budha dengan Patung Budha ibarat Pelinggih Dewi Kwam In dan ada dua lagi aku kurang tahu namanya. Setelah selesai melukat maka lanjutkan dengan sembahyang sendiri-sendiri, sehabis selesai maka pemamngku akan memberi kita tirta dan bija dan juga kening kita diisi pasir oleh pemangku.

Setelah selesai melukat di Beji maka lanjutkan dengan sembahyang di pura utama yang terdapat Lingga yoni Siwa, disana juga kita menyerahkan satu pejati dan sehabis itu duduk dengan rapi alasannya yaitu persembahyangan dipimpin oleh seorang pemangku. Persembhaynagn disini hanya Kramaning sembah saja dan kemudian nunas tirta dan bija, sehabis itu dilanjutkan dengan Parama santhi yang artinya persembahyangan telah usai.

Sebenarnya masih ada satu pelinggih lagi di sebelah barat parkir, aku kurang tahu nama pelinggihnya, namun waktu itu aku putuskan untuk tidak tiba ke sana dan tetapkan untuk eksklusif pulang. 

Jika kau yang pertama kali tiba ke Pura Campuhan Windhu Segara ini, sebaiknya perhatikan beberapa hal berikut supaya kau tidak merasa terasing di sana. 
  • Saat kesana pakai saja pakaian susila madya, alasannya yaitu dikala melukat kita akan lembap kuyup, dikala melukat silakan buka baju (khusus laki-laki saja) cukup pakai kain sama senteng saja dan sendal juga tidak usah dipakai.
  • Karena disana basah-basahan, sempatkan bawa baju ganti, kalau tidak bawa baju ganti, boleh kok sembahyang pakai pakaian yang lembap tersebut. 
  • Jika kau tidak bawa pisau untuk membuka bungkak, di sana ada kok pisau yang boleh dipinjam.
  • Jika kau tidak bawa korek untuk menyalakan dupa, disana ada kok api khusus menyalakan dupa.
Berikut yaitu beberapa Pelinggih yang ada di Pura Campuhan Windhu Segara, alasannya yaitu aku tidak tahu persis lokasinya maka aku hanya memperlihatkan nama Pelinggihnya saja tanpa memperlihatkan lokasinya.
  1. Pelinggih Kanjeng Ratu
  2. Pelinggih Dewi Kwam In
  3. Pelinggih Betara Wisnu
  4. Pengelukatan
  5. Pusering Jagat
  6. Pelinggih Rambut Sedana
  7. Pelinggih Ratu Bagus Padang Galak
  8. Pelinggih Ratu Gede Dalem Peed
  9. Pelinggih Ratu Manik Segara
  10. Pelinggih Ciwa Budha
  11. Pelinggih padmasana
  12. Tajuk Kiwa
  13. Pelinggih Taksu Agung
  14. Pelinggih Hyang Baruna
  15. Tajuk Tengen
Nah itulah sedikit dongeng kami dikala perjalanan Melukat di Pura Campuhan Windhu Segara yang ada di Padang Galak Kesiman Denpasar, biar bermnafaat.

Untuk melihat lokasi disana, silakan sanggup tonton video di bawah ini, biar bermanfaat

Melukat Di Pura Campuhan Windhu Segara Melukat Di Pura Campuhan Windhu Segara Reviewed by agus on Maret 03, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.